Suka Duka Rafi, Mapres UPI yang Susun Skripsi sampai Wisuda secara Online

YThoughts
7 min readNov 1, 2020

--

Rafi bersama sahabat dan anak-anak saat berfoto bersama di Mesjid Al-Muqoddimah Bandung, Selasa (13/10/2020). Hal ini dalam rangka syukuran atas kelulusan Rafi (kiri) dan sahabatnya (kanan) yang baru saja wisuda secara online. Sumber foto: Muhammad Rafi Anggara

Jika belajar adalah ibadah, maka berprestasi adalah dakwah. Itulah motivasi yang terus digenggam oleh Muhammad Rafi Anggara, Mahasiswa Berprestasi tahun 2019 sekaligus mahasiswa angkatan 2016 di Universitas Pendidikan Indonesia yang baru saja melaksanakan wisuda secara online pada 13 Oktober 2020. Ia berhasil lulus dengan predikat cumlaude dan menjadi lulusan tercepat diantara teman-teman angkatannya.

Mahasiswa jurusan Pendidikan Teknik Elektro ini memiliki target menjadi lulusan tercepat sebelum mulai menyusun skripsi. Sehingga Rafi telah jauh-jauh hari memikirkan judul yang tepat untuk skripsinya. Ia senang mengunjungi perpustakaan kampus untuk mencari ide judul dari sebelum bulan Februari. Setidaknya sebelum Rafi dalam masa Program Praktik Pengalaman Kerja (PPL) di SMK Negeri 1 Katapang, Kabupaten Bandung pada akhir Februari tahun 2020. Saat itu Covid-19 belum menjadi-jadi. Judul skripsi Rafi berhasil diterima pada awal bulan Maret yang berjudul “Pengembangan Pedoman Penyusunan Laporan Karya Tulis Ilmiah dalam Pembelajaran Berbasis Projek di SMK.”

Suka Duka saat Penyusunan Skripsi Online

sumber: pexels

Babak selanjutnya telah dimulai. Rafi melangkahkan diri untuk melakukan penelitian dan menulis isi skripsinya. Dikarenakan pandemi covid-19 masih dalam tahap awal, Rafi masih bisa mengerjakan skripsi di tempat kediaman sahabatnya, Ghani yang tinggal tidak jauh dari UPI. Rafi mengaku menyukai keramaian. Sehingga walaupun dalam pengerjaan skripsinya, Rafi tidak mengobrol dengan sahabatnya tersebut, ia tetap senang karena merasakan suasana yang tidak sunyi.

Semenjak covid-19 merajalela, mahasiswa diminta untuk tinggal dirumah dan belajar secara online, begitu juga dengan Rafi. Ia memahami bahwa ia harus mulai menyusun skripsinya di rumah, sendirian tanpa suasana ramai. Rumahnya berada di daerah Soreang, Bandung. Pada awalnya Rafi mengaku cukup berat menghadapi kondisi tersebut. Tetapi ia berupaya untuk tetap fokus pada target dengan bersikap disiplin. Rafi senantiasa membuat to-do-list terhadap apa yang harus ia kerjakan setiap harinya dan mengkondisikan meja belajar yang jauh dari handphone. Selain itu, ia juga menggunakan teknik belajar Pomodoro yakni 25 menit belajar dan lima menit istirahat. Pola tersebut ia ulangi terus-menerus sampai pada kondisi lelah.

Rafi, seperti manusia pada umumnya, seringkali menghadapi ujian hidup. Darisana, ia belajar untuk bersikap sabar dan senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat yang sudah diberikan oleh Tuhan. Oleh karena itu, ketika pandemi covid-19 bersamaan dengan proses penyusunan skripsinya, ia tetap yakin akan diberikan jalannya tersendiri. Namun Rafi mengakui butuh strategi khusus agar hal-hal yang harusnya bisa dilaksanakan secara offline, harus ia lakukan secara online.

Dimulai dari proses pencarian data subjek penelitian. Siswa-siswi SMK tempat Rafi melaksanakan PPL menjadi target penelitiannya. Ia menemukan bahwa terdapat beberapa siswa yang belum memiliki pengetahuan dalam layanan pembelajaran online atau terdapat pula siswa yang tidak mempunyai gawai. Hal ini Rafi siasati dengan memperjelas setiap petunjuk pengisian angket agar tidak ada kebingungan di antara para siswa dalam prosesnya.

Disamping itu, Rafi mengaku mengalami kesulitan dalam proses pembuatan surat perizinan ke sekolah SMKN 1 Ketapang tersebut. Dalam kondisi normal, ia akan lebih mudah mendapatkan surat perizinan karena karyawan yang biasa mengurus administrasi selalu hadir. Namun dalam kondisi pandemi, karyawan-karyawan disana bergantian dalam pelaksanaan tugas di sekolah. Sehingga Rafi harus menghubungi beberapa karyawan disana secara online dalam pembuatan surat perizinan sekolah.

Selain adanya beberapa kesulitan dalam proses penyusunan skripsi secara online, Rafi tidak memungkiri adanya kemudahan pula. Dalam kondisi normal, mungkin mahasiswa harus rajin ke kampus untuk bimbingan skripsi dengan dosen pembimbingnya. Mungkin juga dosen pembimbing tersebut sulit ditemui karena kesibukan lain. Namun dalam kondisi pandemi, Rafi bisa bimbingan kapan saja. Ia sangat bersyukur karena mendapatkan dosen pembimbing yang mudah dihubungi secara online. Rafi memiliki jatah bimbingan setiap satu minggu sekali dengan hari yang tidak ditentukan. Artinya Rafi bebas menentukan hari apa ia ingin melaporkan progres penulisan skripsinya. Biasanya laporan tersebut dilakukan di grup Whatsapp atau secara personal ke dosen pembimbingnya.

Berbeda seperti sebelumnya bahwa Rafi harus memikirkan strategi untuk mendapatkan data subjek penelitian dan surat perizinan secara online, ternyata ketika terjun dalam prosesnya Rafi merasa memiliki kemudahan tersendiri. Dalam kondisi normal, ia mungkin harus menunggu di sekolah dalam pembuatan surat perizinan dikarenakan adanya proses birokrasi yang cukup memakan waktu. Namun dalam kondisi pandemi, proses pembuatan surat perizinan jauh lebih efektif karena Rafi langsung menerima surat dalam bentuk eksistensi PDF. Adapun kesalahan dalam suratnya, bisa diperbaiki lebih cepat.

Disamping itu, Rafi membayangkan ketika ia harus mengumpulkan data dari subjek penelitiannya secara offline. Kegiatan tersebut tentu akan membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk sekedar memasukkan data secara manual ke komputer. Tetapi ketika ia mengumpulkan data dari subjek penelitiannya secara online, maka proses pengolahan data akan lebih cepat dan mudah. Sebab semua subjek penelitiannya mengumpulkan hasil angket kepada satu sumber yakni Google form yang mudah diakses dan disalin hasilnya.

Saatnya Sidang Online!

sumber: pexels

Singkat cerita, skripsi Rafi yang telah ia perjuangkan diterima pada bulan Mei dan dikatakan layak untuk maju ketahap selanjutnya, sidang skripsi. Persiapan yang Rafi lakukan sebelum sidang adalah mempersiapkan materi presentasi dan presentasinya itu sendiri. Dosen pembimbingnya pun ikut menemani dan menyimak gladi bersih sidangnya di aplikasi Zoom Meeting serta membantu mengukur waktu presentasinya. Durasi presentasi yang diberikan adalah sepuluh menit, sementara sisanya adalah sesi tanya jawab dengan dosen penguji. Sidang skripsi di jurusannya diadakan dua kali yakni sidang tertutup dan sidang terbuka.

Sidang tertutup adalah sidang pertama yang betul-betul menguji skripsi yang telah ditulis. Namun sidang terbuka hanya sekedar formalitas untuk mengumumkan bahwa seorang mahasiswa telah dinyatakan lulus. Pada kesempatannya, sidang tertutup Rafi pun dimulai. Sidang ini diadakan pada bulan Juni. Ketika proses sidang, Rafi merasa menjadi orang yang paling bersalah karena setiap bab dalam skripsinya dikoreksi oleh dosen penguji. Beliau dinilai Rafi sangat jeli dalam memperhatikan kata demi kata yang ditulisnya. Jantungnya berdebar-debar karena banyak kesalahan yang ia lakukan di dalam penulisannya. Tetapi ia bersyukur bahwa sidang tertutupnya dilewati dengan lancar dan akhirnya dinyatakan lulus.

Kesedihan Rafi Pasca Sidang

sumber: pexels

Pada umumnya, sidang tertutup akan dihadiri oleh rekan-rekan dan keluarga yang saling menunggu “calon sarjana” di luar ruangan sidang untuk kemudian mengucapkan selamat dan bersua foto bersama. Tetapi suasana ini tidak dirasakan sama sekali oleh Rafi. Saat dimulainya sidang tertutup sampai selesai, ia benar-benar sendirian di rumahnya. Orang tuanya sedang pergi bekerja dan tidak ada rekan-rekan yang datang ke rumah untuk mengucapkan selamat. Rafi mengaku sangat sedih di detik-detik tersebut.

Tahap selanjutnya adalah sidang terbuka untuk memberikan gelar sarjana kepada mahasiswa-mahasiswa yang lulus sidang. Rafi melaksanakan sidang tersebut pada 23 Juli 2020. Seharusnya ia memiliki kemungkinan besar untuk mengikuti wisuda gelombang kedua pada bulan Juni. Tetapi dikarenakan ada permasalahan administrasi pada portal pengajuan sidang, Rafi terpaksa menerima kenyataan bahwa sidang yudisium dan wisudanya harus tertunda beberapa bulan. Sehingga ia baru dapat mengikuti wisuda pada gelombang ketiga. Walaupun begitu, Rafi tetap mendapatkan predikat lulusan tercepat karena mampu menyelesaikan sidang tertutup pada bulan Juni.

Wisuda Online yang Tidak Berkesan

sumber: pexels

Tepat pada hari Selasa, tanggal 13 September 2020 adalah hari wisuda Rafi, sang penerima nilai cumlaude dengan IPK 3,71. Sekali lagi dikarenakan kondisi pandemi covid-19, ia dan teman-temannya yang dinyatakan lulus harus menelan pahitnya kenyataan untuk melaksanakan wisuda secara online. Dalam wisuda ini, tidak ada arak-arakan serta keseruan dari rekan-rekan dan keluarga sebagaimana wisuda pada umumnya. Rafi pun harus bersedih hati untuk kedua kalinya.

Rafi melaksanakan wisuda online di mihrab masjid Al-Muqqodimah dekat kampus ditemani sahabatnya yang juga mengikuti wisuda. Sebab, ia sudah menjadi takmir masjid, pengajar, dan sering melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu disana seperti mengisi khutbah, kajian, dan lain sebagainya. Merasa tak ada yang spesial, ia pun melaksanakan wisuda sambil melakukan aktivitas lainnya. Setelah rangkaian wisuda selesai, Rafi menuju ke kampus sekitar pukul satu siang untuk mengambil ijazah.

Kesedihan yang Terbayarkan

sumber: pexels

Kesedihan-kesedihan yang dirasakan Rafi sebelumnya, tiba-tiba terbayarkan saat Rafi pulang dari kampus. Warga dan anak-anak sudah berkumpul di masjid Al-Muqoddimah untuk melaksanakan syukuran atas gelar yang telah didapatkan oleh Rafi dan sahabatnya tersebut. Nasi kuning, makanan ringan, dan hadiah-hadiah lainnya sudah warga siapkan. Ia merasa sangat terharu ketika diberikan penyambutan yang begitu spesial. Guru-guru, teman-teman yang wisuda pada gelombang berikutnya, sahabat-sahabat komunitas, dan jamaah yang seringkali mengikuti kajian bersama Rafi juga turut hadir di masjid tersebut.

Syukuran ini akhirnya dipimpin oleh Rafi. Ia meminta anak-anak untuk mendoakan dirinya dan sahabatnya. Kemudian ia mulai membuka satu-persatu hadiah yang diberikan oleh anak-anak. Ada yang memberikan pulpen, buku, tasbih digital, dan lain-lain. Tetapi yang paling banyak ia dapatkan adalah hiasan seperti bunga yang isinya berbagai jenis makanan. Rafi juga membacakan satu-persatu surat ucapan selamat yang diselipkan pada hadiah-hadiah tersebut. Agenda ini diperkirakan sampai pukul lima sore. Rafi pun pulang ke rumah dan berfoto dengan orang tuanya lengkap dengan pakaian wisuda dan toga.

Sebagai seorang muslim, Rafi menganggap setiap kondisi adalah ibadah. Ketika ia diberikan ujian lalu ia mampu bersabar, maka insyaallah akan terhitung sebagai ibadah. Begitu juga ketika ia diberikan nikmat lalu ia bersyukur, maka insyaallah akan terhitung sebagai ibadah. Sama halnya dengan penyusunan skripsi sampai wisuda online ini. Mungkin apa yang telah ia rencanakan, jikalau Allah tidak mengizinkan maka tidak akan terjadi. Sehingga segala sesuatunya senantiasa Rafi serahkan kepada Allah. Ia sangat yakin bahwa takdir Allah adalah takdir yang paling terbaik untuknya.

Terimakasih, tetap hidup sadar!

--

--

YThoughts

I write to clarify my thoughts while sharing with others.