Petang sebentar lagi datang. Jarum jam menunjukkan pukul setengah tiga siang. Cuaca sedang murung. Angin menari-nari, awan cerah pulang dan pergi. Melawan dinginnya kota Cimahi, tidak membuat semangat pengunjung terkurung. Mereka rela datang di Borma Cihanjuang demi berjumpa dengan jajaran kebutuhan maupun keinginan.
Bagi pengunjung yang tidak berangkat dengan langkah kakinya sendiri, mereka disambut oleh mesin pembuat tiket parkir. Tekan yang biru, muncul kertas baru. Tak sempat membaca isi kertas, portal berwarna kuning otomatis terangkat. Pengunjung berancang-ancang untuk melaju.
Ibarat menuruni gunung, begitu juga kendaraan yang menuju ke basement. Hawa disana mulai beradu dengan uap knalpot. Bola mata mulai aktif melirik ke seluruh sudut. Berupaya mencari lahan kosong untuk menitipkan tunggangannya sementara waktu. Sip, dapat. Waktunya untuk mengeksplor. Eits, wastafel dan poster di dekat pintu masuk memberi sinyal “Boleh kok masuk, tapi cuci tangan dan pakai masker dulu ya.” Pandemi meminta untuk berkompromi.
Masuk ke balik pintu, Mas-mas penjaga toko kaset film nampak begitu lahap menyantap nasi ayam diatas kertas minyak. Barangkali ia belum sempat mengisi energinya di siang hari. Tak jauh darisana, adik kecil sibuk menunjuk-nunjuk kaca etalase dengan penuh harap. Matanya begitu berbinar menatap mainan action figure yang dipajang disana.
Dulu, pintu utama Borma terpandang ramai oleh lampu kerlap-kerlip hiburan arkade khusus anak-anak. Ada yang asyik menunggangi kuda-kudaan, ada pula yang loncat kegirangan karena mendapatkan boneka yang diimpikan. Semua keceriaan itu harus terhenti karena pandemi, lagi-lagi. Lampu warna-warni kini mati, semua mainan dikelilingi penghalang berupa tali.
Di lantai utama, Pak Satpam berseragam hitam sudah siap siaga. Ia berdiri tegap di sebelah barisan troli. Bukan tanpa alasan. Demi mematuhi protokol kesehatan, ia mesti memastikan pengunjung yang datang menggunakan masker dan memiliki suhu tubuh yang normal. Tentunya menggunakan termometer digital yang sudah disediakan. Mantap pak semangat!
Masuk ke bagian awal Borma, Ibu-Ibu sedang bergiliran menarik penggulung plastik dan sibuk menyortir telur. Tak disangka, ada seorang pria yang menyeru salah satu ibu disana. “Bu! tadi saya lihat ibu sama bapa pergi pakai mobil, eh taunya kesini hehehe.” Perempuan paruh baya itu menengok, tersenyum, dan menjawab sapaannya. “Eh ada tetangga saya,” mungkin dalam hati ibu. Tak sampai beberapa detik, perhatiannya langsung tertuju pada seorang anak bayi yang dibawa pria tersebut diatas troli. Baju hijau tua, pipi tembam, dan matanya yang besar membuat ibu tersebut gemas. Sampai-sampai suaminya ikut menghampiri mereka dan menggoda sang bayi. Syukurlah, silaturahmi telah terjadi.
Udara sejuk mulai disadari menyentuh ubun-ubun. Leher menengadah ke atas, angin buatan berhembus secara vertikal. Bahan-bahan pangan tersusun rapi di rak-rak secara berderet. Tak heran, lantai ini memang dikerumuni banyak manusia. Semua orang butuh makan bukan? Tiba-tiba suara cukup nyaring terdengar dari ujung lorong. Asumsi yang muncul boleh jadi ada dua insan yang sudah lama tak bertemu. Mereka saling memberi senyum lebar sambil berjabat tangan dengan erat.
Sementara itu, dilantai selanjutnya, pasangan muda tengah meluapkan rasa penasaran pada jenis popok yang berkualitas kepada seorang pegawai wanita. Mereka tampak antusias dan penuh rasa ingin tahu. Hal ini ditunjukkan dari bahasa tubuh dan ekspresi wajah mereka. Kalau-kalau pasangan ini memiliki buah hati atau hendak memilikinya. Semogakan yang terbaik saja.
Tak jauh darisana, trio pegawai muda sedang menurunkan kardus-kardus di troli menggunakan landasan khusus. “Hahahaha..” mereka tertawa-tawa begitu lepas bak sangat menikmati tugas. Seperti menggelindingkan roda troli adalah sesuatu yang mengasyikkan. Berbeda dengan trio, sang pria berbaju merah penjinjing keranjang merah masih kesulitan menentukan keputusan. Ia memperhatikan detail satu demi satu merek sikat gigi yang ada di hadapannya. Mimik wajahnya nyata bimbang, pilih ini atau itu. Entah mempertimbangkan harga atau kualitas.
Sesekali menengok ke atas, lampu-lampu neon begitu terang benderang. Tetap saja, glass block hadir menemani menambah daya tarik cahayanya. Permukaan dinding begitu halus laksana awan putih di pagi hari. Cat kuning yang diaplikasikan ke tembok dapat dicerminkan sebagai suatu bentuk kehangatan dan rasa bahagia. Sedangkan cat putih bisa diinterpretasikan sebagai lambang kesederhanaan, kesucian, dan kebersihan.
Sampai pada lantai puncak banjaran perbelanjaan, sedianya ada beberapa lantai lagi. Kiranya digunakan sebagai gudang penyimpanan barang-barang. Penerangan lebih minim, kilauan cahaya matahari sedikit tampak dari atap gedung. Turun ke lantai utama kembali, barisan pengunjung sudah mengantri. Menunggu gilirannya untuk merogoh kocek atas barang-barang yang dibawanya ke tempat kasir.
Mika bening sudah terpasang di setiap kassa belanja. Menjaga jangan sampai ada penularan korona. Masker dan face shield pun selalu hadir untuk mba-mba kasir. Menoleh ke bawah, stiker batas antrian pun sudah siap. “Berdiri disini” katanya. Sebagai pengingat bahwa jaga jarak harus tertanam di otak.
Pada gilirannya, semua mengeluarkan dana atas harga barang-barang yang telah mereka himpun dalam troli atau keranjang belanja. Atm atau uang tunai tak menjadi persoalan. Andaikata semua benda sudah dimasukkan ke kantong plastik, semua sudah sah menjadi milik.
Proses perjalanan berbelanja di Borma Cihanjuang dari masuk hingga keluar telah memberikan hikmah tersendiri. Lumrahnya, tujuan pengunjung pergi kesana hanya satu yakni untuk membeli sesuatu. Namun ternyata banyak hal yang telah terjadi. Banyak hal di sekeliling kita yang bisa dimaknai. Asalkan kita mau pelan-pelan, perlahan-lahan menikmati detik demi detik waktu yang Tuhan berikan. Amati lingkungan, lalu ambillah pelajaran.
Terimakasih, tetap hidup sadar!