Jadi begini…
Wait! saya mau bercerita dulu sebagai awal trigger saya untuk menulis artikel ini.
3 hari lalu, saya memutuskan untuk berlibur satu hari dari hiruk-pikuk aktivitas rutin.
Setelah itu, saya tiba-tiba terpikirkan untuk membuat video-video lucu di TikTok. Hal ini dilakukan sebagai sarana hiburan juga. Saya download-lah aplikasi tersebut.
Saya mencoba membuat video dan sesekali mengkonsumsi video-video menarik dari orang lain yang berada di beranda TikTok.
Di akhir hari, saya merasa ada yang aneh. Saya merasa menjadi terus-menerus ingin memainkan aplikasi tersebut dan meninggalkan aktivitas ataupun lingkungan yang tak lagi terasa menyenangkan.
Saya bertanya-tanya, “Tunggu! mengapa perasaan ini terjadi? Apakah ada hubungannya dengan artikel yang pernah ku tulis tentang dopamin dan media sosial? Tentu ada sih :’) hmm padahal ku main TikTok baru satu hari.”
Akhirnya, saya mencari jawaban dan merangkumnya dari beberapa artikel yang link-nya akan saya simpan di akhir tulisan ini.
Ada Apa dengan TikTok dan Otak?
Di artikel sebelumnya, saya membahas bagaimana hormon dopamin bekerja dalam otak saat menggunakan media sosial.
Psikolog saraf Dr. Sanam Hafeez Psy.D. dari artikel Bustle mengatakan, Anda sebenarnya sedang mengejar dopamin saat bermain TikTok.
Sedangkan, dilansir dari artikel Campus Beat, “Pengguna TikTok menerima aliran video baru secara konstan, setiap 15 detik. Dengan kata lain, rangsangan baru diberikan pada Anda secara otomatis setiap 15 detik.”
Kita mengejar dopamin setiap 15 detik. Wow!
Otak kita dilatih untuk “membutuhkan sesuatu yang menarik” setiap 15 detik.
Hal ini tidak terjadi di kehidupan nyata. Fana banget.
Apa Akibat yang Ditimbulkan?
1. Mempengaruhi panjang/pendeknya rentang perhatian
Media sosial seperti Instagram, Snapchat, atau TikTok tidak dirancang untuk melatih rentang perhatian panjang.
Sehingga dikhawatirkan akan mengurangi rentang perhatian kita dan mengganggu aktivitas-aktivitas dalam hidup seperti konsentrasi yang rendah, kehilangan informasi penting, ketidakmampuan menyelesaikan suatu tugas, dan lain-lain.
Tetapi, belum ada bukti nyata TikTok, secara khusus, akan memiliki efek jangka panjang pada rentang perhatian Anda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. (baca artikel ini)
Namun tentunya, Anda musti tetap “sadar” akan pengaruh TikTok maupun media sosial lain dalam kehidupan Anda.
2. Random Reinforcement (Penguatan Berselang)
Istilah ini ada dalam psikologi. Bisa Anda cari sendiri di Pak Google untuk lebih lengkapnya.
Berhubungan dengan topik artikel ini,
saat menggunakan TikTok, kita tidak dapat memastikan video yang kita tonton dapat memberikan dopamin yang berlimpah atau tidak. Terkadang kita suka dengan video yang ditonton, terkadang juga tidak.
Ketidakpastian ini menjadikan kita terus-menerus scrolling (menggulirkan layar ponsel) untuk mendapatkan tonjokan dopamin, lagi dan lagi.
Akhirnya, banyak waktu yang terbuang, tidak berhenti-henti, ketagihan deh.
3. Multitasking
Studi menunjukkan sebagian besar aktivitas media sosial adalah multitasking. Kita memperhatikan Instagram, Twitter, Facebook, dan TikTok sekaligus.
Terdapat suatu penelitian di World Psychiatry pada tahun 2019 bahwa orang-orang yang melakukan banyak aktivitas di media sosial memiliki kecenderungan untuk tidak berhasil menyaring gangguan atas tugas-tugas yang seharusnya mereka kerjakan.
Otak manusia tidak dirancang untuk multitasking (melakukan 2 atau lebih tugas dalam satu waktu). Kita tidak bisa multitasking, melainkan switching (berpindah-pindah tugas secara bergantian). Tetapi aktivitas tersebut menjadikan fokus terpecah dan menurunkan produktivitas.
At The End of The Day
Saya berharap Anda dapat menggunakan media sosial secara tidak berlebihan.
Sekali lagi, media sosial itu netral. Berdampak positif jika digunakan untuk hal positif. Berdampak negatif jika digunakan untuk hal negatif atau berlebihan.
Sebab, jika sudah kecanduan, aktivitas atau momen penting dalam hidup Anda dikhawatirkan akan terbengkalai atau tidak dapat dinikmati huhu :(
Anda bisa membaca artikel saya ini sebagai salah satu cara mengurangi ketergantungan media sosial. Semoga Anda juga menelusuri kembali topik ini di sumber-sumber lain untuk memperlengkap atau memperjelas pemahaman Anda.
Terimakasih dan tetap hidup sadar!
Sumber: