Untuk pertama kalinya, saya membuat film dokumenter. Film tersebut menceritakan tentang seorang tokoh pemuda di sebuah kampung adat. Tentunya, saya dibantu oleh empat orang rekan yang sangat luar biasa.
Film dokumenter sendiri merupakan sebuah karya non-fiksi dimana menampilkan kisah nyata dari objek yang telah dipilih oleh sang pembuat film.
Pembuatan film (baik fiksi/non-fiksi), terdiri dari 3 proses utama yakni pra-produksi, produksi, dan pasca-produksi.
Dikarenakan 3 proses tersebut telah saya lewati, saya akan membagikan cara membuat film dokumenter dan pelajaran-pelajaran yang saya dapatkan dari proses pembuatan film dokumenter ini.
*Disclaimer: artikel ini berdasarkan apa yang saya pelajari dari berbagai sumber ditambah pengalaman saya, sehingga bisa jadi saya tambah/kurangi sesuai dengan apa yang saya pelajari di lapangan.
1. PRA-PRODUKSI
Pra-produksi adalah tahap persiapan sebelum melakukan produksi. Menurut saya, fase ini adalah fase yang paling membuat otak mumet wkwk. Karena disinilah Anda menciptakan ide cerita untuk film Anda.
Beberapa hal yang harus dilakukan adalah:
A. Menentukan tujuan dan ide cerita
Pertama-tama, Anda harus menentukan ide cerita yang ingin Anda angkat. Ide ini bisa berasal dari lingkungan sekitar dan tidak harus masalah/isu besar. Hal yang terpenting adalah mampu direalisasikan dan tentunya menarik.
Contohnya, perjuangan seorang Ibu yang berprofesi sebagai pemulung dalam menafkahi 3 anaknya seorang diri. Atau sebuah gedung tua dekat rumah Anda yang ingin Anda ungkap sejarahnya. Bisa juga menceritakan perkembangan makanan viral es kepal milo. Apapun dapat diangkat menjadi film dokumenter — menurut saya — selagi tujuannya jelas.
Tujuan apa?
Tentukan tujuan Anda membuat film tersebut. Terutama, pertanyaan yang harus dijawab adalah “Apa manfaat yang audiens bisa didapatkan setelah menonton film dokumenter Anda?”
Selain itu, Anda juga tidak boleh melupakan diri sendiri, “Apa manfaat yang saya dapatkan dari proses pembuatan film dokumenter ini?”
Meningkatkan kemampuan dalam videografi/mempelajari hal baru/memberikan kontribusi pada masyarakat, you name it.
Pastinya, upayakan tujuan Anda adalah tujuan yang baik dan berasal dari hati. Supaya tatkala prosesnya — terdapat kendala atau konflik didalamnya kemudian Anda merasa ingin berhenti, Anda mampu kembali tegak dengan mengingat tujuan — kenapa Anda memulai.
B. Menentukan Kru Film
Sebetulnya saya tidak bisa memastikan plek-plekan ini tahap keberapa. Sebab, bisa saja film dokumenter Anda berawal dari ide gila Anda untuk membuatnya dan mengajak orang-orang tertentu untuk menjadi kru. Atau Anda sudah mempunyai niat memproduksi film dokumenter, kru-nya sudah ada, ide ceritanya belum ada wkwk.
Berdasarkan pengalaman saya, sekurang-kurangnya Anda mesti memiliki beberapa jobdesk, yaitu:
- Sutradara (director): bertanggung jawab dari awal sampai akhir pembuatan film. Sutradara akan mengarahkan setiap kru dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
- Penulis (script writer): bertanggung jawab membuat naskah film. Kru saya dulu, penulis ini juga yang membantu melakukan riset tekstual dan menyiapkan pertanyaan wawancara.
- Juru kamera (camera person): bertanggung jawab merekam setiap gambar yang mesti di-shot. Pada umumnya, juru kamera menjalankan tugasnya berdasarkan shot list yang telah dibuat.
- Video editor: bertanggung jawab dalam menyusun dan menggabungkan semua video yang telah diambil dalam produksi menjadi satu kesatuan. Ia bekerja di tahap pasca-produksi film.
Tapiii, saya pernah melihat di Youtube bahwa seorang Youtuber melakukan semua jobdesk ini seorang diri. Jadi, kalau memang Anda berniat membuat film dokumenter namun tidak memiliki kru dan sanggup melakukan semuanya sendiri, ya bisa-bisa saja, hehe.
B. Riset, Riset, Riset
Anda akan kesulitan membuat film dokumenter jika tidak mempunyai cukup data dan fakta tentang ide cerita Anda. Data dan fakta adalah fondasi film dokumenter Anda. Oleh karena itu, Anda perlu melaksanakan riset.
Data riset pada umumnya berasal dari hasil wawancara dan observasi lapangan. Anda mesti menggali informasi sebanyak-banyaknya dari pihak-pihak yang punya keterkaitan dengan ide cerita Anda.
Selain itu, Anda juga dapat mencari informasi melalui buku ataupun internet (tekstual) sebagai sumber referensi.
Tentu, tahap ini juga tidak terlepas dari perizinan pihak-pihak terkait, seperti kesediaan subjek untuk dibuatkan film sampai izin lokasi syuting.
Duka-nya..
Terkadang, ekspetasi berbeda dengan realita. Anda mungkin akan mendapatkan penolakan (apapun bentuknya) oleh pihak-pihak tersebut.
Saat menghadapi beberapa kendala seperti itu, Anda dapat melakukan lobi dan negosiasi dengan pihak-pihak terkait sampai diizinkan. Namun, jika beliau/mereka menolak, Anda juga tidak bisa memaksa.
Selain itu, ada kalanya fakta-fakta di lapangan tidak sesuai dengan bayangan film dokumenter yang ingin Anda buat.
Sehingga menyesuaikan kembali ide cerita dengan fakta maupun perizinan adalah langkah yang bagus.
Tahap A dan B bisa digabungkan untuk menjawab pertanyaan 5W+1H dibawah ini:
What: Apa yang akan diangkat sebagai ide cerita?
Where: Dimana saja lokasi syuting akan dilakukan?
When: Kapan dilakukannya?
Who: Siapa yang akan menjadi tokoh utama? Atau siapa saja yang akan diwawancarai?
Why: Mengapa isu ini penting untuk diangkat? Tujuannya apa?
How: Bagaimana proses pra-produksi, produksi, dan pasca-produksinya?
C. Membuat Sinopsis, Outline Scene, Treatment dan Shot List
- Sinopsis adalah ringkasan cerita film dokumenter Anda, disusun dengan bentuk paragraf, dan lazimnya hanya memuat beberapa paragraf saja (1–2 halaman).
- Outline scene adalah garis besar pengambilan gambar yang di list seperti poin-poin. Misalnya subjek berkumpul dengan keluarga, wawancara subjek, subjek sedang menari di sanggar, dst.
- Treatment adalah turunan dari sinopsis. Di dalam treatment, Anda mesti menjelaskan alur/plot cerita lebih lengkap lagi. Silakan Anda cari secara mandiri di internet tentang contoh treatment seperti apa. Ada yang sederhana, ada pula yang agak rumit. Jika Anda ingin membuat treatment secara lengkap, video ini akan membantu Anda.
- Shot list adalah daftar pengambilan gambar yang lebih detail lagi dari outline scene, mulai dari jumlah scene, jenis kamera, teknik kamera yang digunakan, dan masih banyak lagi. Anda bisa men-download template shot list yang super lengkap dari studiobinder.com disini.
D. Membuat jadwal syuting dengan subjek film
Tahap ini penting sekali. Sebab, subjek film pasti memiliki kesibukan lain yang tidak berhubungan dengan film dokumenter Anda. Sehingga Anda beserta kru harus membuat kesepakatan jadwal dengan subjek film yang disesuaikan dengan shot list yang sudah dibuat.
E. Mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan
Film apapun tidak dibuat dengan tangan kosong. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan dan dipertimbangkan, seperti:
- Apakah membutuhkan surat izin dan segala bentuk birokrasi tertulis untuk perizinan?
- Alat-alat apa yang dibutuhkan baik dari pra-produksi, produksi, sampai pasca-produksi?
- Apakah harus mengeluarkan dana? jika iya, untuk apa saja dan berapa banyak?
Pertanyaan bisa ditambah atau dikembangkan. Intinya, persiapkan segala hal yang Anda butuhkan dalam pembuatan film dokumenter.
2. PRODUKSI
Produksi merupakan eksekusi dari setiap rencana yang telah dibuat dalam tahap pra-produksi (naskah, treatment, shotlist, dsb). Ada beberapa hal yang saya pelajari dari proses produksi film ini, yakni:
A. Hargai waktu subjek film Anda
Di awal, saya sudah menyebutkan bahwa Anda patut membuat jadwal syuting dengan pihak-pihak yang menjadi subjek film. Jika sudah membuat kesepakatan syuting di hari sekian dan jam sekian, datanglah tepat waktu bahkan lebih awal. Hal ini menunjukkan etika yang baik untuk menghargai subjek film Anda sebagai partner, terlepas Anda memberikannya imbalan atau tidak.
B. Jangan membuat subjek film Anda merasa cemas
Sebelum mengambil gambar, Anda beserta kru tentu mempersiapkan alat-alat yang harus dipergunakan, betul?
Masalah yang sering ditemui adalah:
subjek filmnya kurang kepinggir-lah, cahayanya kurang terang-lah, latar belakangnya kurang bagus-lah, clip on-nya belum nyala-lah, dan lah-lah-lah lainnya :’)
Ada subjek film yang menganggap ini biasa saja, ada juga yang menjadi merasa cemas. Pasalnya, subjek film juga mesti mempersiapkan dirinya sendiri untuk di syuting atau di wawancarai. Belum juga dimulai, masalah teknis sudah muncul.
Hal itu adalah hal yang sangat wajar terjadi. Namun, dikhawatirkan subjek menjadi deg-degan dan takut tidak terlihat sempurna di depan kamera.
Oleh sebab itu, jika kru Anda perlu mempersiapkan alat-alat terlebih dahulu, datanglah lebih awal ke lokasi syuting sebelum subjek hadir. Mintalah salah satu kru untuk membantu berpura-pura menjadi subjek film di depan kamera sebagai pengambilan keputusan angle yang bagus atau mengetes suara mic.
Jika memang mesti mempersiapkan alat-alat di depan subjek, komunikasikanlah dengan baik dan jelas apa yang sedang Anda lakukan sampai membuat ia menunggu. Apabila muncul masalah teknis, sampaikan permintaan maaf kepada subjek dengan tenang. Lalu, segeralah perbaiki masalah tersebut secepat mungkin.
C. Persiapkan cadangan alat-alat Anda
Saya pernah membaca suatu artikel, namun saya lupa baca dimana wkwk, namun saya ingat sang penulis menyebutkan:
“Tidak ada kata cut dalam film dokumenter”
Kenapa?
Karena, tidak seperti film fiksi yang memang direkayasa, ada begitu banyak momen nyata yang tidak bisa diulang. Sehingga Anda harus cepat-cepat mengabadikannya sebagai persediaan rekaman untuk film dokumenter Anda nanti.
Oleh karena itu, Anda mesti menyiapkan cadangan alat-alat yang sewaktu-waktu bisa habis seperti baterai kamera atau mic.
D. Sesuai rencana tapi tidak juga
Di tahap pra-produksi, kita sudah membuat outline scene dan shot list. Namun, menyambung poin sebelumnya, Anda seringkali akan menemukan peristiwa-peristiwa tertentu di luar shotlist Anda saat pelaksanaan produksi film, yang mungkin jauh lebih menarik.
Oleh sebab itu, kreativitas dan inisiatif sutradara dan juru kamera-lah yang dituntut agar mampu memperoleh video-video tersebut. Sehingga berpotensi menambah footage film dokumenter Anda.
Tetapi, bukan berarti Anda jadinya malas membuat naskah dan teman-temannya, ya.
Rencana merupakan hal wajib sebagai landasan Anda, kejadian-kejadian unik yang muncul tatkala produksi hanyalah sebuah bonus.
3. PASCA-PRODUKSI
Setelah tahap produksi selesai, ada beberapa hal yang perlu dilakukan di tahap pasca-produksi:
- Pastikan semua media (rekaman video, audio, musik, dsb) telah berada di tangan video editor
- Sutradara bertugas membantu video editor dalam menyeleksi footage mana saja yang dipilih dan mana saja yang dibuang. Untuk akhirnya, dibuat editing list.
- Jika Anda ingin mengetahui tahapnya secara rinci, silakan baca artikel ini. (hehe)
Setelah melalui editing video, biasanya akan melewati pula berbagai revisi. Berkaitan dengan film yang saya dan teman-teman saya buat, revisi yang paling banyak ditekankan ada pada penyampaian informasi yang berlebihan.
Maksudnya, jangan jadikan film dokumenter dipenuhi dengan informasi wawancara, namun tidak ada visualisasi dari apa yang sedang dibicarakan subjek film. Sebab, aspek visual adalah yang paling penting dalam penyampaian pesan film dokumenter.
Coba perhatikan jika kita melihat suatu video tanpa ada narator namun mempunyai berbagai footage yang kaya dan penyusunannya yang baik. Kemungkinan besar, kita akan memahami cerita yang disampaikan dalam video tersebut.
Perhatikan juga color grading, stabilitas audio, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penyempurnaan editing film.
AKHIR KATA
Pada kesimpulannya, apabila Anda ingin membuat film dokumenter — menurut pandangan dan pengalaman saya — pastikan ceritanya sederhana, menarik, tidak terlalu banyak informasi secara verbal/sederhanakan informasi tersebut, serta memiliki banyak bahan visual yang mendukung story telling dalam film Anda.
Untuk mendapatkan ide, banyak-banyaklah menonton film dokumenter orang lain, terutama yang mendapatkan penghargaan atau telah disaksikan banyak orang. Sehingga Anda memperkaya khazanah keilmuan dan inspirasi Anda untuk membuat film dokumenter Anda sendiri.
Terimakasih, tetap hidup sadar!